Faktor-faktor Penentuan Lokasi Industri

Faktor-faktor Penentuan Lokasi Industri

Banyak faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi industri di suatu tempat, dimana faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor langsung dan faktor tak langsung. Keberadaan industri di suatu tempat tergantung pada faktor lingkungan yang akan menentukan kelangsungan industri itu.

Dalam Pelita IV-V pembangunan industri di Indonesia ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja, meratakan kesempatan berusaha dan meningkatkan ekspor (Jayadinata, 1992:111). Untuk mengembangkan sektor industri tersebut dituntut adanya kesiapan dari daerah-daerah yang bersangkutan yang didukung oleh beberapa faktor.

Keputusan untuk mendirikan suatu perusahaan tergerak karena adanya permintaan akan suatu barang. Permintaan yang cukup besar dan didukung oleh daya beli yang memadai cepat atau lambat akan menarik perhatian seorang pengusaha. Adanya permintaan ini menimbulkan ini suatu pasar dan luas pasar tersebut akan menentukan skala produksi yang dianut oleh perusahaan yang bersangkutan. Skala produksi merupakan satu dari dua unsur yang menentukan lokasi perusahaan (Djojodipuro, 1992:10). Weber masuk ke dalam masalah industri yang mempergunakan dua bahan mentah yang berlokasi di dua tempat yang berbeda dan menjualnya di pasar yang berlokasi di tempat lain dengan mempergunakan pengertian Dominant Weight. Dalam suatu proses produksi dikatakan terhadap Dominant Weight, bila salah satu dari ketiga unsur lainnya. Jadi, umpamanya saja dalam proses produksi membuat besi baja satu ton dipergunakan batu bara sebanyak 10 ton dan biji besi dua ton. Dalam hal ini yang merupakan Dominant Weight adalah batu bara, karena berat bahan ini adalah lebih besar daripada berat bahan lainnya ditambah hasil akhir. Dalam keadaan ini, maka lokasi industri besi baja akan berorientasi ke tempat diketemukannya batu bara. Disini asumsi secara implisit bahwa harga satuan angkutan ke mana-mana sama, sehingga perbedaan biaya angkutan hanya disebabkan oleh berat benda yang diangkut dan jarak yang ditempuh. Penggunaan prinsip Dominant Weight ini akan mengalami kesulitan, bila berat benda yang masuk dalam perhitungan tidak jauh berbeda. Kalau berat masing-masing bahan mentah yang dipergunakan adalah dua dan dua setengah, sedangkan hasil akhir adalah tiga ton, maka dalam proses produksi ini tidak terdapat Dominant Weight. Dalam kasus demikian ini, Weber mempergunakan segitiga lokasi (Djojodipuro, 1992:76-77).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pada umumnya adalah sebagai berikut  (Marsudi Djojodipuro, 1992:30) :
1. Faktor endowment
Faktor endowment memang sulit untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh karena itu dipergunakan istilah. Yang dimaksud dengan faktor endowment adalah tersedianya faktor produksi secara kualitatif dan kuantitatif pada suatu negara atau daerah. Faktor endowment ini meliputi tanah, tenaga dan modal. Semakin banyak faktor endowment yang dimiliki oleh suatu negara atau daerah, semakin banyak pula yang harus diperhatikan dalam menentukan lokasi suatu industri.

2. Pasar dan harga
Tujuan akhir seorang pengusaha adalah membuat keuntungan. Oleh karena itu, maka ia harus mampu menjual barang yang dihasilkannya dengan harga yang lebih tinggi daripada yang dikeluarkan. Dalam hubungannya dengan masalah ini, maka pasar menjadi relevan. Luas pasar ditentukan tiga unsur, yaitu:
  • Jumlah penduduk 
  • Pendapatan perkapita
  • Distribusi pendapatan.


3. Bahan baku dan energi
Proses produksi merupakan usaha untuk mentransformasikan bahan baku ke dalam hasil akhir yang mempunyai nilai lebih tinggi. Proses transformasi ini terjadi dengan mempergunakan energi dalam berbagai bentuk. Bahan baku yang dipergunakan dapat merupakan bahan mentah atau barang setengah jadi.

4. Aglomerasi, keterkaitan antar jenis industri dan penghematan ekstern.
Kota besar biasanya menarik sebagai lokasi industri oleh karena itu, di kota mudah terjadi aglomerasi. Terkumpulnya berbagai jenis industri mengakibatkan timbulnya external economies yang dalam hal ini merupakan penghematan aglomerasi. Penghematan ini terjadi karena faktor-faktor luar dan dinikmati oleh semua industri yang ada di kota tersebut.

Dua hal penghematan aglomerasi; pertama adalah penghematan yang diperoleh industri sejenis atau industri yang mempunyai hubungan satu sama lain dan yang kedua adalah penghematan yang diperoleh perusahaan individual yang berlokasi di daerah perkotaan. Penghematan ini terutama didapat karena adanya infrastruktur di daerah perkotaan yang berkembang pesat.

5. Kebijaksanaan Pemerintah
Pemerintah dapat menentukan lokasi industri. Kebijaksanaan ini merupakan dorongan atau hambatan dan bahkan larangan untuk industri berlokasi di tempat tertentu. Dewasa ini, dorongan oleh kebijaksanaan lingkungan, perencanaan kota yang didasarkan atas pembagian daerah – lazim disebut zoning merupakan kebijaksanaan yang makin biasa. Seperti yang telah disebut di atas, maka kebijaksanaan dapat mengarah ke pengaturan lingkungan, tetapi juga atas pertimbangan pertahanan atau ekonomi. Selain industri mengakibatkan pencemaran udara, industri juga selalu merupakan sasaran dalam perang, oleh karena itu lokasinya perlu dipisahkan dari daerah permukiman.

Dewasa ini makin penting arti pembangunan daerah. Daerah yang kurang maju perlu didorong pertumbuhan ekonominya dan yang terlampau maju relatif terhadap daerah lain perlu dihambat. Dengan demikian akan diperoleh keseimbangan antar daerah dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Sarana untuk mencapai tujuan itu antara lain dengan mendorong atau melarang industri di tempat tertentu. Kebijaksanaan ini biasanya disebut kebijaksanaan langsung. Cara lain yang bersifat tidak langsung adalah melalui keringanan atau penundaan pajak (tax holiday) dan pemberian fasilitas kredit.

Sejak tahun 1970-an terdapat penentuan lokasi industri yang dikenal dengan istilah kawasan industri (industrial estate). Kawasan ini merupakan sebidang tanah seluas beberapa ratus hektar yang telah dibagi dalam kavling dengan luas yang berbeda sesuai dengan keinginan yang diharapkan oleh pengusaha. Daerah tersebut minimum dilengkapi dengan jalan antar kavling, saluran pembuangan limbah dan gardu listrik yang cukup besar untuk menampung kebutuhan pengusaha yang diharapkan berlokasi di tempat tersebut. Ini disebut upaya penghematan ekstern yang diharapkan meningkat. Bila makin banyak industri yang berlokasi di tempat tersebut, maka penghematan ekstern akan meningkat atau terjadinya proses aglomerasi.

6. Kebijaksanaan Pengusaha. 
Kebijaksanaan ini dilatarbelakangi oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang dapat mendukung produktivitas dari industri yang bersangkutan. Dalam industri biasanya pusat perusahaan menentukan lokasi cabang-cabangnya. Lokasi cabang ini ditentukan sesuai dengan fungsinya sebagai unit produksi, unit distribusi atau unit penjualan. Bila cabang berfungsi sebagai unit produksi, maka masalah bahan baku maupun pasar akan masuk dalam pertimbangan, sebaliknya bila cabang berfungsi sebagai unit distribusi, maka lokasi di persimpangan jalan, karena memungkinkan memakai sarana angkutan ke berbagai arah.

Sedangkan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan didalam penentuan lokasi industri menurut Sritomo Wignjosoebroto adalah sebagai berikut:
1. Lokasi pasar (market Location)
Pasar atau market yaitu lokasi dimana pembeli berdomisili adalah salah satu faktor yang harus diperhatikan didalam penentuan lokasi industri. Tergantung dari macam produk yang dihasilkan, pasar ini bisa secara luas tersebar atau terpusatkan.

2. Lokasi sumber bahan baku (raw material location)
Lokasi dari sumber bahan baku untuk produksi sangat pula berpengaruh di dalam menentukan lokasi pabrik yang akan didirikan. Beberapa industri karena sifat dan keadaan dari proses menufakturing memaksa untuk menempatkan industrinya yang berdekatan dengan sumber bahan bakunya. Sebagai contoh industri baja secara tradisional akan meletakkan industrinya dekat dengan sumber batu bara, karena industri ini akan banyak sekali memanfaatkan energi batu bara sebagai bahan baku yang umum untuk proses pembakaran. Pada dasarnya disini ada tiga kelas bahan baku yang umum dijumpai dalam suatu proses industri yaitu sebagai berikut:
  • Pure materials. Material yang termasuk sebagai bahan baku di dalam proses manufakturing yang secara nyata tidak akan kehilangan prosentase berat/volumenya pada akhir proses berlangsung.
  • Weight lossing materials. Material yang sebagaian dari berat/volumenya akan tetap tinggal pada saat akhir produksi berlangsung.
  • Ubiquities. Material yang dapat dengan mudah diketemukan pada setiap tempat.


mavBerdasarkan ketiga macam bentuk material tersebut diatas, maka lokasi pabrik dapat ditentukan, yaitu dengan aturan umum sebagai berikut:

  • Bilamana suatu single raw materials dipergunakan tanpa banyak kehilangan berat/volumenya dalam akhir proses produksinya, maka sebaiknya pabrik ditempatkan sedekat mungkin dengan sumber bahan baku diperoleh, atau bisa sedekat mungkin dengan lokasi pasar dimana produk akan didistribusikan atau pula diantaranya.
  • Bilamana bahan baku akan kehilangan berat/volume secara nyata pada akhir proses produksi, maka lokasi pabrik dapat dan seharusnya diletakkan sedekat mungkin dengan lokasi sumber bahan baku diperoleh.
  • Bilamana suatu jenis bahan baku secara mudah diperoleh di setiap tempat, maka lokasi pabrik dapat ditempatkan sedekat mungkin dengan area pemasaran. 



3. Alat Angkutan (transportation)
Masalah tersedia tidaknya fasilitas-fasilitas adalah juga sangat menentukan didalam proses  pemilihan media transportasi yang tepat, maka beberapa pertimbangan harus dilakukan seperti:
  • Macam/jenis fasilitas transportasi yang ada pada daerah asal dan tujuan (kereta api, kapal laut, truk, dan lain-lain)
  • Relatif biaya masing-masing media transportasi tersebut
  • Derajat kepentingan dari pengiriman barang tersebut
  • Kondisi-kondisi khusus yang diharapkan proses pengiriman barang yang ada (pendinginan, keamanan, dan lain-lain)



4. Sumber energi (power)
Hampir dapat dipastikan bahwa semua industri memerlukan tenaga listrik untuk berbagai macam kebutuhan dalam proses produksinya. Secara umum sebagaian perusahaan akan lebih senang untuk membeli energi ini (dari perusahaan listrik)  daripada harus membuat instalasi listrik sendiri. Biasanya publik utility akan pula dapat mensuplai energi pada tingkat biaya yang lebih murah/rendah dibandingkan bila harus menyediakannya sendiri.

5. Iklim (climate)
Iklim atau cuaca secara nyata akan banyak mempengaruhi efektivitas, efisiensi, dan tingkah laku pekerja di dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian, manusia akan dapat bekerja dnegan nyaman didalam ruangan yang temperaturnya dapat dijaga sekitar 20 derajat celcius.

6. Undang-undang dan sistem perpajakan
Aturan ataupun undang-undang yang dikeluarkan oleh suatu pemerintah baik tingkat pusat maupun tingkat daerah akan pula memperngaruhi proses pemilihan lokasi industri. Beberapa aspek dari operasi suatu industri yang umum diatur oleh undang – undang adalah berupa jam kerja maksimal, usia kerja minimal, dan kondisi-kondisi kerja lainnya. Disamping itu besar kecilnya pajak yang harus disetorkan oleh suatu industri akan pula berbeda-beda tergantung dimana lokasi industri tersebut akan didirikan.

7. Air dan limbah industri
Pada dasarnya industri tertentu, masalah tersedianya air dalam jumlah besar mutlak sekali diperlukan untuk proses produksinya, memilih lokasi industridengan suplai air cukup sangat penting sekali bagi industri baja, industri kertas dan lain-lain. Air untuk kebutuhan industri ini secara umum tersedia dari tiga macam sumber utama, yaitu:
  • Surface water, yaitu air yang berasal dari sumber-sumber air seperti sungai, danau dan lain-lain.
  • Ground water, yaitu air yang berasal dari sumber air di bawah tanah (wells).
  • Air yang berasal dari penampungan hujan (raian water)


Selanjutnya proses pembuangan limbah industri belakangan ini banyak pula mendapatkan sorotan tajam dari berbagai pihak masyarakat, sehingga masalah pengendalian limbah industri sekarang ini juga merupakan satu paket yang secara bersama-sama harus dipikirkan pada saat perencanaan pendirian dan penentuan lokasi suatu industri (Wignyosoebroto, 16-19).

8. Ketersediaan Bahan Mentah
Bila suatu industri membutuhkan bahan mentah yang besar dan karenanya bahan mentah merupakan komponen yang amat penting dari keseluruhan proses operasi industri, maka variabel ini merupakan variabel dominan/signifikan dalam penentuan lokasi industri. Beberapa jenis industri ini antara lain, industri baja, semen, alimunium, gula, dan rotan.
Sehubungan dengan bahan mentah ini, beberapa yang perlu untuk didapat informasinya adalah:
  • Jumlah kebutuhan bahan mentah satu periode (tahun) dan selama usia investasi.
  • Kelayakan harga bahan mentah, baik sekarang  maupun masa datang.
  • Kapasitas, kualitas dan kontinuitas sumber bahan mentah.
  • Biaya-biaya pendahuluan yang dieprlukan sebelum bahan mentah siap diproses, misalnya biaya pengakutan dan lain-lain.

9. Tenaga Listrik dan Air
Untuk jenis industri hulu, misalnya industri baja, alumunium, demikian pula semen, keperluan akan pembangkit tenaga, khususnya tenaga listrik amat mutlak diperlukan. Juga misalnya untuk industri kertas, jumlah air yang besar amat diperlukan.

10. Supply Tenaga Kerja
Tersedianya tenaga kerja, baik untuk tenaga kerja terdidik maupun terlatih akan berpengaruh terhadap biaya produksi yang ditanggung perusahaan. Dapat dijumpai misalnya pendirian iondustri rokok, industri pengolahan tembakau, disamping pertimbangan bahwa bahan mentah pertimbangan jumlah, kualitas dan biaya tenaga kerja merupakan perhatian pertama.

11. Fasilitas Transportasi
Fasilitas transportasi ini berkaitan dengan pertimbangan bahan mentah dan pertimbangan pasar. Jika lokasi mendekati bahan mentah, maka fasilitas transportasi terutama perhitungan dalam kaitannya ongkos transportasi menuju pasar dengan tidak berarti tidak diperhitungkan biaya transportasi dari sumber bahan mentah ke lokasi industri, demikian pula sebaliknya.

12. Hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia, maupun di tingkat lokal pada rencana lokasi.
Hal ini dipertimbangkan karena mungkin terdapat peraturan yang melarang pendirian usaha baru pada lokasi tertentu atau justru mungkin akan mendapatkan fasilitas dan keringanan lain. Di Indonesia misalnya, tersedia kawasan industri cilacap, walaupun karena faktor lain yang kurang menguntungkan sedikit investor yang menanamkan modalnya pada lokasi tersebut. 

Klasifikasi Berdasarkan departemen perindustrian

Klasifikasi Berdasarkan departemen perindustrian

Departemen Perindustrian menjelaskan bahwa industri nasional Indonesia dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar yaitu:

1. Industri Dasar yang meliputi kelompok Industri Mesin dan Logam Dasar (IMLD) dan kelompok Kimia Dasar (IKD). Termasuk dalam IMLD antara lain: industri mesin pertanian, elektronika, kereta api, dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk IKD antara lain: industri pengolahan kayu dan karet alam, industri pestisida, industri pupuk, industri semen, industri batu bara, industri silikat dan sebagainya. 

2. Industri Kecil yang meliputi antara lain industri pangan (makanan, minuman, tembakau) industri sandang dan kulit (tekstil, pakaian jadi, serta barang dari kulit), industri kimia dan bahan bangunan (industri kertas, percetakan, penerbitan, barang-barang karet, plastik dan lain-lain), industri galian bukan logam, dan industri logam (mesin-mesin listrik, alat-alat ilmu pengetahuan, barang logam dan sebagainya). Misi kelompok ini adalah melaksanakan pemerataan. Teknologi yang digunakan adalah teknologi menengah atau sederhana dan padat karya. Pengembangan Industri Kecil diharapkan dapat menambah kesempatan kerja dan meningkatkan nilai tambah dengan memanfaatkan pasar dalam negeri dan pasar luar negeri (ekspor).

3. Industri Hilir yaitu kelompok Aneka Industri (AI) yang meliputi antara lain: industri yang  mengolah sumber daya hutan, industri yang mengolah hasil pertambangan, industri yang mengolah sumber daya pertanian secara luas, dan lain-lain. Misinya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan atau pemerataan, memperluas kesempatan kerja, tidak padat modal dan teknologi yang digunakan adalah teknologi menengah atau teknologi maju. 
Sumber: Romadhoni (2005), Studi Penentuan Lokasi Kegiatan Industri Potensial Di Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik, Skripsi-S1 Universitas Brawijaya Tahun 2005

Klasifikasi Industri Berdasarkan Badan Hukum (Jenis Usaha)

Klasifikasi Industri Berdasarkan Badan Hukum (Jenis Usaha)

Berdasarkan UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Industri dan Dagang Kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang :

  • Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau ;
  • Memiliki hasil penjualan tahunan (omset tahunan) paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). 

Berdasarkan Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah, Usaha Menengah merupakan kegiatan usaha ekonomi yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah).

Klasifikasi Industri Berdasarkan Orientasinya

Klasifikasi Industri Berdasarkan Orientasinya

Menurut Mohs dalam Bale (1980), industri dibedakan menjadi 4, yaitu (Jaya Mulya, 2000):

1. Industri  primer (raw material): Material diperoleh langsung dari dalam bumi atau laut, tidak  mengalami proses lewat pabrik. Misal jenis raw material: batu bara (coal), kayu (trees), perikanan (fishing), dan lain-lain.

2. Industri sekunder (manufacture): Biasanya ditandai oleh berbagai variasi dan lokasinya, bergantung pada pembeli, letak dan raw material yag tersedia. Industri sekunder berorientasi pada hasil produksi pabrik.

3. Industri tersier (service): Berorientasi kepada pemberian servis serta cenderung ke arah mana servis itu dibutuhkan dengan memperhatikan pasar yang ada.


4. Industri kwarter (expertise): Berorientasi kepada keahlian yang dimiliki serta diidentifikasikan sebagai suatu aktivitas grup misal: universitas, think & thanks dan research. Biasanya berorientasi pasar tetapi lokasinya dapat dimana saja karena media elektronika. Dalam perkembangannya, lokasi industri ini sangat dipengaruhi oleh kedekatannya dengan jalan bebas hambatan untuk memudahkan pengangkutan barang.

Klasifikasi Industri Berdasarkan aktivitasnya

Klasifikasi Industri Berdasarkan aktivitasnya

Dengan mempertimbangkan aktivitas-aktivitas yang umum dilaksanakan, maka industri menurut Sritomo Wignyosubroto diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Industri Penghasil Bahan Baku (The Primary Raw Material Industries) yaitu industri yang aktivitas produksinya adalah mengolah sumber daya alam guna menghasilkan bahan baku, maupun bahan tambahan lainnya yang  dibutuhkan oleh industri penghasil produk atau jasa. Industri tipe ini umumnya dikenal pula sebagai extraktive/primary industries.
2. Industri Manufacturing (The Manufacturing Industries) yaitu industri yang memproses bahan baku guna dijadikan bermacam-macam bentuk/model produk, baik yang masih berupa produk jadi (finished good product). Di sini akan terjadi suatu transformasi proses baik secara fisik maupun kimiawi terhadap input material dan akan memberikan nilai tambah terhadap material tersebut. Contoh: industri  permesinan, industri mobil dan lain-lain.

3. Industri Penyalur (Distribution Industries) yaitu industri yang berfungsi untuk melaksanakan proses distribusi baik untuk raw materials maupun finished good product. Disini raw materials maupun finished (manufactured goods) akan didistribusikan dari produsen ke produsen yang lain dan dari produsen ke konsumen. Operasi kegiatan akan meliputi aktivitas buying dan selling, storing, sorting, grading, packing, dan moving goods (transportasi).

4. Industri Pelayanan (Service Industries) yaitu industri yang bergerak dalam di bidang pelayanan atau jasa, baik untuk melayani dan menunjang aktivitas industri yang lain maupun langsung memberikan pelayanan/jasa kepada konsumen. Contoh: Bank, jasa angkutan, asuransi, dan lain-lain.

Klasifikasi Industri Berdasarkan jenis bahan baku dan proses pengolahan

Klasifikasi Industri Berdasarkan jenis bahan baku dan proses pengolahan
Klasifikasi Industri Berdasarkan jenis bahan baku dan proses pengolahan berdasarkan International Standart Industrial Classification of All Economic Activities (ISIC) tahun 2000

Perusahaan-perusahaan industri dikelompokkan dalam subsektor-subsektor sesuai dengan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) sebagai berikut (Direktori industri pengolahan, 2000):

1
Kode Industri 15
Industri makanan & minuman.
2
Kode Industri 16
Industri tembakau
3
Kode Industri 17
Industri tekstil.
4
Kode Industri 18
Industri pakaian Jadi.
5
Kode Industri 19
Industri kulit dan barang dari kulit.
6
Kode Industri 20
Industri kayu, barang dari kayu (tidak termasuk furniture) dan barang-barang anyaman.
7
Kode Industri 21
Industri kertas dan barang dari kertas.
8
Kode Industri 22
Industri penerbitan, percetakan dan media rekaman.
9
Kode Industri 23
Industri batubara, pengilangan minyak bumi, pengolahan minyak bumi, barang-barang dari hasil pengolahan minyak bumi.
10
Kode Industri 24
Industri kimia dan barang-barang dari kimia.
11
Kode Industri 25
Industri karet dan barang-barang dari karet.
12
Kode Industri 26
Industri barang galian bukan logam.
13
Kode Industri 27
Industri logam dasar.
14
Kode Industri 28
Industri barang-barang dari logam kecuali mesin dan peralatannya.
15
Kode Industri 29
Industri mesin dan perlengkapannya.
16
Kode Industri 30
Industri mesin dan peralatan kantor, akuntansi dan pengolahan data.
17
Kode Industri 31
Industri mesin listrik lainnya dan perlengkapannya.
18
Kode Industri 32
Industri radio, televisi dan peralatan komunikasi serta peralatannya.
19
Kode Industri 33
Industri peralatan kedokteran, alat-alat ukur, peralatan navigasi, optik, jam dan lonceng.
20
Kode Industri 34
Industri kendaraan bermotor.
21
Kode Industri 35
Industri alat angkutan selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih.
22
Kode Industri 36
Industri furniture dan industri pengolahan lainnya.
23
Kode Industri 37
Industri daur ulang.

Klasifikasi Industri Berdasarkan jumlah tenaga kerja

Klasifikasi Industri Berdasarkan jumlah tenaga kerja

Menurut Biro Statistik (BPS), pengelompokan industri dengan cara ini dibedakan menjadi 4 yaitu:

  • Perusahaan/Industri Besar jika mempekerjakan 100  orang atau lebih.
  • Perusahaan/Industri Sedang jika mempekerjakan 20 sampai 99 orang.
  • Perusahaan/Industri Kecil jika mempekerjakan 5 sampai 11 orang.
  • Industri Kerajinan Rumah Tangga jika mempekerjakan 3 orang (termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar).

Klasifikasi Industri berdasarkan besar modal

Klasifikasi Industri berdasarkan besar modal

Klasifikasi industri berdasarkan besarnya nilai investasi adalah sebagai berikut :

  • Industri kecil adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) diluar tanah dan bangunan usaha.
  • Industri menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi lebih besar dari Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) diluar tanah dan bangunan usaha.
  • Industri besar adalah industri yang memiliki nilai investasi lebih besar dari Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) diluar tanah dan bangunan usaha.

Standar Teknis Kawasan Industri

Standar Teknis Kawasan Industri
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kawasan industri. Dalam merencanakan lokasi kawasan industri perlu diperhatikan beberapa tolak ukur berikut:
  • Kesesuaian dengan rencana induk kota atau rencana pengembangan wilayah kabupaten/Repelita
  • Jaringan transportasi yang tersedia
  • Tersedia infrastruktur/utilitas seperti air bersih, listrik, telkom, drainase
  • Tersedianya area untuk pengembangan
  • Kondisi tanah dan tata guna lahan (sedapat mungkin tidak mengambil tanah subur yang produktif)
  • Kondisi geologis dan topografis
  • Keserasian lingkungan (jangan terlalu dekat dengan kawasan permukiman)
  • Pengaruhnya terhadap daerah sekitarnya

Hal-hal lain yang penting untuk dijadikan bahan pemikiran dalam perencanaan wilayah industri adalah:
  • Kesesuaian antara rencana nasional, regional (propinsi), sub regional, kabupaten  dan lokal, terutama yang menyangkut saling ketergantungan dan distribusi spatial yang tidak terikat pada batas administrasi pemerintah. 
  • Senyawa antara tujuan jangka panjang yang menyeluruh terpadu dan pemecahan masalah jangka panjang agar perencanaan yang dibuat benar-benar menyentuh kenyataan yang dihadapi sekarang dan sekaligus mengarah pada kondisi ideal yang diharapkan nanti.
  • Keseimbangan interelasi antara kutub-kutub pada segitiga industri-permukiman-lingkungan. Penekanan pada salah satu kutub saja akan berpengaruh negatif pada keseluruhan sistem kota dan daerah.

Pengertian dan Makna Pembangunan Berkelanjutan


Pengertian dan Makna Pembangunan Berkelanjutan

Makna Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah pola pembangunan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengabaikan kebutuhan generasi mendatang (World Commission Environmental an Development, 1987).

Ungkapan yang berbunyi:
without jeopardizing the ability of the future generations to meet their own needs  
  • meliputi 4 aspek penting, yaitu:
  • Kiat untuk meminimasikan pemanfaatan dan pemborosan sumber daya yang tidak terbarukan (non renewable resources) termasuk di dalamnya melakukan penghematan bahan bakar minyak dan mengusahakan peningkatan substitusi renewable resources
  • Meminimasikan dan menghindarkan pemborosan aset kultural, historis dan natural yang tidak terbarukan di kawasan kota, seperti jalur hijau, tempat bermain dan tempat rekreasi. 
  • Pemanfaatan yang lestari (sustainable use) dari renewable resource 
  • Penangan limbah padat dan cair di kota agar diupayakan dapat diproses dengan baik sehiangga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan di kota itu sendiri (intra frontier dimension) maupun terhadap kehidupan di sekitar kota dan di daerah lain (inter frontier dimension). 

Dimensi Pembangunan Berkelanjutan
  • Intra Generative Dimension Merupakan dimensi pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan generasi sekarang.
  • Inter Generative Dimension Merupakan dimensi pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan generasi yang berbeda. Sebagai contoh dari dimensi ini adalah ungkapan :”Sumberdaya alam adalah pinjaman anak cucu dan bukan warisan nenek moyang